ABSTRAK
This study aims to examine competence, independence,
experience, ethics and religiosity to professional skepticism of internal
auditors. We used primary data in the form of questionnaires and distributed it
to universities under the Ministry of Religious Affairs and status of Public
Service Agency (BLU). The sampling was done by using convenience sampling
method. Data analysis tool we for hypothesis testing multiple regression
analysis.
The results of the analysis can be concluded that
experience and ethics have a significant positive effect on professional
skepticism of internal auditors, while competence, independence and religiosity
have no effect on professional skepticism of internal auditors.
Keywords:
Independence, Experience, Ethics, Religiosity, Skepticism
ABSTRAK
Penelitian
ini bertujuan untuk menguji kompetensi, independensi, pengalaman, etika dan
religiusitas terhadap skeptisisme profesional auditor internal. Data
yang
digunakan adalah data primer dalam bentuk penyebaran kuesioner yang dilakukan
di Perguruan Tinggi yang berada dibawah Kementerian Agama dan berstatus satuan
kerja Badan Layanan Umum (BLU). Penentuan sampel dilakukan dengan menggunakan
metode convenience sampling. Alat analisis data untuk pengujian
hipotesis dilakukan dengan menggunakan analisis regresi berganda.
Hasil analisis dapat disimpulkan bahwa pengalaman dan etika berpengaruh positif signifikan terhadap skeptisisme profesional auditor internal, sedangkan kompetensi,
independensi dan religiusitas tidak berpengaruh terhadap skeptisisme
profesional auditor internal.
Kata Kunci : Independensi, Pengalaman, Etika,
Religiusitas, Skeptisisme
PENDAHULUAN
Kecurangan
akuntansi telah menarik banyak perhatian media dan menjadi isu yang menonjol
serta penting di mata pemain bisnis dunia. Kecurangan merupakan bentuk penipuan
yang sengaja dilakukan sehingga dapat menimbulkan kerugian tanpa disadari oleh
pihak yang dirugikan tersebut dan memberikan keuntungan bagi pelaku kecurangan
(Alison, 2006) dalam Pamungkas (2014).
Indikasi adanya kemungkinan kecurangan akuntansi dapat dilihat dari bentuk
kebijakan yang disengaja dan tindakan yang bertujuan untuk melakukan penipuan
atau manipulasi yang merugikan pihak lain. Kecurangan akuntansi meliputi
berbagai bentuk, seperti tendensi untuk melakukan tindak korupsi, tendensi
untuk penyalahgunaan aset, dan tendensi untuk melakukan pelaporan keuangan yang
menipu (Thoyibatun, 2009).
Dalam menjaga etika profesi, auditor
dituntut untuk melaksanakan skeptisisme profesionalnya sehingga auditor dapat
menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama, karena
kemahiran profesional seorang auditor mempengaruhi opini yang diberikannya
(Januarti dan Pratiwi, 2013). Seorang auditor dalam menjalankan penugasan audit
di lapangan seharusnya tidak hanya sekedar mengikuti prosedur audit yang
tertera dalam program audit, tetapi juga harus disertai dengan sikap
skeptisisme profesionalnya (Noviyanti, 2008). Tanpa menerapkan skeptisisme
profesional, auditor hanya akan menemukan salah saji yang disebabkan oleh kekeliruan
saja dan sulit untuk menemukan salah saji yang disebabkan oleh kecurangan,
karena kecurangan biasanya akan disembunyikan oleh pelakunya.
Organisasi Profesi Audit Internal
mendefinisikan audit internal sebagai wadah konsultasi yang independen dan
obyektif dalam kegiatan operasi organisasi. Salah satu fungsi pengawasan yang
ada dalam Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) dijalankan oleh SPI
(Satuan Pemeriksa/Pengawas Intern) yang berperan sebagai auditor internal.
Auditor internal menjadi pemain utama dalam menjalankan fungsi pengawasan dan
pengendalian internal satuan kerja (Satker). Apabila standar profesi dijalankan
dengan baik maka kasus-kasus penyimpangan tidak akan terjadi sekalipun auditor
internal berada dalam situasi konflik sehingga tindakan yang akan diambil
merupakan tindakan yang etis. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Ulfayatin (2009) yang menyatakan bahwa tingkat religiusitas,
komitmen profesi dan nilai etika organisasi berpengaruh dalam pengambilan keputusan
etis pada situasi konflik audit. Tujuan auditor adalah untuk memperoleh bukti
kompeten yang cukup dan memberikan basis yang memadai dalam merumuskan pendapat
(opini) dapat tercapai dengan baik sehingga diperlukan profesionalisme. Semakin
tinggi profesionalisme auditor maka kebebasan auditor akan semakin terjamin
(Agusti dan Pertiwi, 2013).
Setiap auditor memiliki kemampuan yang
berbeda dalam mendeteksi kecurangan disebabkan karena beberapa faktor, misalnya
tingkat pengalaman auditor yang berbeda, sikap skeptis yang berbeda dan situasi
yang harus dihadapi auditor dalam bekerja yaitu adanya tekanan waktu. Pengalaman
akan mempengaruhi sensitivitas auditor terhadap isyarat-isyarat kecurangan
sedangkan auditor dengan jam terbang yang tinggi serta biasa menemukan fraud dimungkinkan lebih teliti dalam
mendeteksi fraud dibanding auditor
dengan jam terbang yang rendah (Anggriawan, 2014).
Budiman (2001) dalam Adrian (2013)
mengungkapkan keharusan dalam profesional itu diantaranya harus kompeten,
bijak, jujur, kredibel, bermoral baik, objektif, transparan, dan lain-lain.
Kode etik profesional antara lain dirancang untuk mendorong perilaku ideal,
maka kode etik harus realistis dan dapat dilaksanakan. Dalam menjalankan
tugasnya, auditor harus mematuhi Prinsip Etika Profesi yang telah ditetapkan
oleh IAPI (Institut Akuntan Publik Indonesia) (2011). Menurut Rokeach dan Bank
dalam Sahlan (2012), religiusitas merupakan suatu sikap atau kesadaran yang
muncul yang didasarkan atas keyakinan atau kepercayaan seseorang terhadap suatu
agama. Menurut Madjid (1997), nilai-nilai islam ikut menentukan sikap seseorang
dalam mengantisipasi dan memecahkan setiap persoalan yang dihadapinya.
Auditor internal tidak hanya dimiliki
oleh perusahaan yang bergerak pada bidang manufaktur maupun jasa melainkan
bidang pendidikan juga memiliki auditor internal yang berfungsi sebagai
pengawas, pengendali dan pemeriksa sistem pengelolaan manajemen. Kementerian
Agama selaku induk bernaungnya Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri memiliki
tiga jenis bidang pendidikan perguruan tinggi yaitu Universitas Islam Negeri
(UIN), Institut Agama Islam Negeri (IAIN) dan Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri
(STAIN). Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri berjumlah 55 yang terdiri dari
16 UIN, 21 IAIN dan 18 STAIN. Tidak hanya mengklasifikasikan tingkatan
perguruan tinggi menjadi tiga namun status masing-masing UIN, IAIN maupun STAIN
selaku satker berbeda-beda. 55 satuan kerja yang berada dibawah naungan
perguruan tinggi agama islam, 16 satuan kerja berstatus Badan Layanan Umum (BLU)
sedangkan 39 satuan kerja berstatus satuan kerja biasa. Perbedaan mendasar dari
pengelolaan keuangan badan layanan umum dengan satker biasa adalah
fleksibilitas dalam menggunakan kas yang berasal dari kegiatan
operasionalnya/pendapatan negara bukan pajak (PNBP).
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor
23 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum pasal 35 maka
perlu dilakukan pemeriksaan intern BLU yang dilakukan oleh Satuan Pemeriksaan
Intern yang merupakan unit kerja yang berkedudukan langsung dibawah pimpinan
BLU, sehingga satker-satker tersebut membentuk Satuan Pemeriksa Intern (SPI)
sebagai auditor internal yang akan melakukan pemeriksaan atas penggunaan dana
yang dilakukan satker. Dalam rangka menyusun laporan pertanggungjawaban yang
akuntabel, maka diperlukan skeptisisme profesional yang harus dimiliki oleh
auditor internal (pemeriksa). Skeptisisme profesional dapat didukung oleh
kompetensi, pengalaman, etika, dan independensi. Hasil penelitian Attamimi dan
Riduwan (2015) menunjukkan bahwa kompetensi, pengalaman, etika, independensi
berpengaruh positif terhadap skeptisisme profesional. Banyaknya pengalaman,
kompetensi yang dimiliki, etika yang terus dijaga serta independensi yang dapat
dipertahankan akan membuat auditor semakin mudah menemukan salah saji yang
disebabkan kekeliruan yang disembunyikan oleh pelaku.
Penelitian yang dilakukan Hastuti (2014)
tentang kualitas audit mencoba memasukkan faktor religiusitas dan hasilnya
menujukkan religiusitas memiliki pengaruh terhadap kualitas audit. Tingkat
religiusitas memiliki pengaruh secara signifikan terhadap pengambilan keputusan
etis dalam situasi konflik audit (Ulfayatin, 2009). Kualitas audit yang baik
tidak hanya memiliki sifat skeptisisme profesional namun untuk mendukung
skeptisisme profesional seorang pemeriksa (auditor internal) diwajibkan untuk
memiliki pengetahuan yang memadai, pengalaman yang banyak, kode etik yang
selalu dijaga ketika melakukan audit, serta sikap netral yang terus
dipertahankan oleh auditor sebagai pemeriksa internal dan tingkat religiusitas
yang tinggi.
Berdasarkan pemaparan diatas maka tujuan
dari penelitian ini untuk mengetahui faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
skeptisisme auditor internal pada Perguruan Tinggi yang berada dibawah Kementerian
Agama yang bersatus sebagai satuan kerja Badan Layanan Umum (BLU). Penelitian
ini menekankan pada pembahasan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
skeptisisme profesional auditor internal pada PTKIN dan Perguruan Tinggi yang
berada dibawah naungan Kementerian Agama dengan status sebagai satker BLU.
Dalam penelitian ini faktor-faktor yang digunakan untuk melihat skeptisisme
profesional auditor internal adalah kompetensi, independensi, pengalaman, etika
dan religiusitas.
TINJAUAN PUSTAKA DAN
PERUMUSAN HIPOTESIS
Kompetensi
Kompetensi adalah aspek pribadi dari
seorang pekerja yang memungkinkan seseorang untuk mencapai kinerja superior. Kompetensi
merupakan aspek-aspek pribadi dari seorang yang memungkinkan dia untuk dapat
mencapai kinerja yang maksimal (Attamimi dan Riduwan, 2015). Semakin tinggi
kompetensi yang dimiliki oleh auditor maka semakin besar pula tingkat pemahaman
auditor terhadap sesuatu hal sehingga seseorang akan lebih skeptis dalam melakukan
tindakan. Hartan (2016) menyebutkan 3 indikator yang digunakan untuk mengukur
kompetensi antara lain mutu personal, pengetahuan umum dan keahlian khusus. Auditor
dengan personality yang baik, memiliki pengetahuan yang luas serta keahlian
khsusus akan mampu menghadapi permsalahan yang ditemuai ketika melakukan
penugasan. Kemampuan
auditor untuk mengumpulkan bukti dan melakukan penilaian atas bukti-bukti audit akan meningkatkan skeptisisme profesional. Dengan kompetensi yang dimiliki,
auditor dapat bersikap lebih kritis dalam mencari bukti dan mengevaluasi bukti
yang ada. Secara tidak langsung dapat dikatakan bahwa semakin auditor memiliki
kompetensi semakin meningkat skeptisisme profesional auditornya.
Penelitian
yang dilakukan Agusti dan Pertiwi (2013) dan Oktaviani (2015) hasilnya
menunjukkan bahwa variabel Kompetensi, Independensi dan Profesionalisme
memiliki pengaruh terhadap kualitas audit. Untuk mendapatkan kualitas audit
yang memadai maka seseorang memerlukan kompetensi yang memadai dalam mendeteksi
akan adanya tindakan fraud, hal ini
sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Anggriawan (2014) yaitu
Skeptisisme Profesional berpengaruh positif terhadap Kemampuan Auditor dalam
Mendeteksi Fraud, namun berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan
oleh Prihandono dan Januarti (2012) keahlian tidak mempunyai
pengaruh yang signifikan terhadap keputusan
pemberian
opini audit oleh auditor. Berdasarkan uraian diatas, hipotesis dapat dirumuskan
sebagai berikut:
H1 : Kompetensi berpengaruh terhadap
skeptisisme profesional auditor internal.
Independensi
Independensi merupakan sikap mental yang diharapkan
dari seorang akuntan publik untuk tidak mudah dipengaruhi dalam melaksanakan
tugasnya. Semakin independen semakin bebas auditor dari pengaruh pihak lain
sehingga pertimbangan pemberian opini pun akan bebas dari pihak lain atau
dengan kata lain opini yang dirumuskan sesuai dengan kenyataan (Prasetya dan
Sari, 2014), sedangkan Attamimi dan Riduwan (2015) menyebutkan Independensi
merupakan suatu kemampuan bertindak berdasarkan integritas dan obyektivitas. Auditor tidak dibenarkan memihak kepada kepentingan
siapapun, sebab bagaimanapun sempurnanya keahlian teknis yang ia miliki, ia
akan kehilangan sikap tidak memihak yang justru sangat penting untuk
mempertahankan kebebasan pendapatnya. Tidak mudah menjaga tingkat independensi
agar tetap sesuai dengan jalur yang seharusnya. Kerjasama dengan auditee yang terlalu
lama bisa menimbulkan kerawanan atas independensi yang dimiliki auditor. Belum
lagi berbagai fasilitas yang disediakan auditee selama penugasan audit untuk
auditor. Bukan tidak mungkin auditor menjadi “mudah dikendalikan” karena auditor berada dalam posisi
yang dilematis. Hasil
penelitian yang dilakukan oleh Attamimi dan Riduwan (2015),
Prasetya dan Sari (2014)
menunjukkan
independensi memiliki
pengaruh positif terhadap skeptisisme profesional auditor, namun hasil
yang berbeda juga ditunjukkan oleh hasil
penelitian Oktaviani (2015)
yang menunjukkan bahwa situasi audit dan independensi tidak berpengaruh
terhadap sikap skeptisisme profesional auditor. Berdasarkan uraian
diatas, hipotesis dapat dirumuskan sebagai berikut:
H2 : Independensi
berpengaruh
terhadap skeptisisme profesional auditor internal.
Pengalaman
Pengalaman merupakan suatu proses
pembelajaran dan penambahan perkembangan potensi bertingkah laku baik dari pendidikan
formal maupun non formal atau bisa juga diartikan sebagai suatu proses yang
membawa seseorang kepada pola tingkah laku yang lebih tinggi. Auditor yang
berpengalaman juga akan lebih paham terkait penyebab kekeliruan yang terjadi,
apakah karena murni kesalahan baik manusia atau alat ataukah kekeliruan karena
kesengajaan yang berarti fraud (Anggriawan, 2014). Semakin tinggi
pengalaman yang dimiliki oleh auditor maka semakin tinggi pula skeptisisme
prefesional auditornya (Oktaviani, 2015). Hasil penelitian yang dilakukan oleh
Anggriawan (2014) pengalaman kerja berpengaruh positif terhadap Kemampuan
Auditor dalam Mendeteksi Fraud.
Sedangkan hasil penelitian Attamimi dan Riduwan (2015) pengalaman auditor
memiliki pengaruh positif terhadap skeptisisme profesional auditor. Hasil
Penelitian Adrian (2013) Pengalaman berpengaruh signifikan positif terhadap
Ketepatan Pemberian Opini oleh Auditor. Beberapa Hasil penelitian terdahulu
menunjukkan bahwa semakin berpengalaman seorang auditor maka tingkat
skeptisisme profesional auditor semakin baik dalam mendeteksi fraud. Berdasarkan uraian diatas,
hipotesis dapat dirumuskan sebagai berikut:
H3
:
Pengalaman berpengaruh terhadap
skeptisisme profesional auditor
internal.
Etika
Etika adalah nilai-nilai tingkah laku atau
aturan-aturan tingkah laku yang diterima dan digunakan oleh individual suatu
golongan tertentu. Kode etik
berperan penting bagi auditor internal karena merupakan pernyataan alasan utama
adanya profesi auditor internal. Manajemen harus yakin bisa memercayai auditor
internalnya secara implisit. Manajemen harus merasa aman bahwa jika auditor internal melaporkan
sesuatu, maka pastilah sesuatu yang benar, absah, dan objektif. Benar-benar
dilakukan tanpa bias (Sawyer’s
et al, 2009). Kriteria-kriteria
yang harus dimiliki seseorang auditor internal tidak boleh dikompromikan.
Auditor internal juga harus menjaga reputasinya agar tetap objektif dan bebas
dari bias, tidak hanya dalam kenyataan, tetapi juga dalam persepsi. Auditor internal harus menghindari sekecil apa pun
kemungkinan pelanggaran terhadap objektivitas. Berdasarkan kode etik, auditor internal tidak bertanggung jawab untuk
melaporkan kepada pihak diluar perusahaan kecuali secara khusus diperbolehkan
oleh aturan hukum. Hasil penelitian yang dilakukan Attamimi
dan Riduwan (2015) menyatakan bahwa
etika memiliki pengaruh positif terhadap skeptisisme profesional auditor
begitupun hasil penelitian Adrian (2013) yang menyebutkan etika berpengaruh
signifikan positif terhadap Ketepatan Pemberian Opini oleh Auditor. Berbeda halnya dengan hasil penelitian yang
dilakukan Prihandono dan Januarti (2012) etika tidak mempunyai
pengaruh yang signifikan terhadap keputusan
pemberian
opini audit oleh auditor. Berdasarkan uraian diatas, hipotesis dapat dirumuskan
sebagai berikut:
H4
:
Etika berpengaruh terhadap skeptisisme
profesional auditor internal.
Religiusitas
Religiusitas didefinisikan sebagai suatu
sistem yang terintegrasi dari keyakinan (belief),
gaya hidup, aktivitas ritual dan institusi yang memberikan makna dalam
kehidupan manusia dan mengarahkan manusia pada nilai-nilai suci atau
nilai-nilai tertinggi (Glock dan Stark, 1965) dalam Pamungkas (2014). Religius personal merupakan titik
awal untuk menemukan perbedaan judgement
moral, karena ideologi religius memberikan banyak mengenai penjelasan mengenai
individu tentang salah atau benar (Rest et al, 1969) dalam (Pamungkas 2014). Religiusitas
mendorong setiap individu senantiasa bersikap lebih bijak dalam menghadapi
tantangan pekerjaan. Ketakutan atas ancaman dari alam serta keyakinan manusia,
menjadikan manusia untuk senantiasa bersikap lebih baik dengan menaati perintah
dan menjauhi larangan Allah dengan keikhlasan (Rohayati, 2014). Bryan (2007)
dalam Rosalina dan Pudjiati (2013) menyatakan pada religiusitas atau
keberagamaan seringkali di pahami dengan beberapa pengertian seperti komitmen
terhadap keyakinan agama (kognitif/afektif) keikusertaan dalam aktivitas
keagamaan (perilaku) skeptisisme (religiusitas negatif) secara operasionalisasi,
religiusitas dilihat dari keikutsertaan invidu dalam organisasi keagamaan
keikutsertaan individu dalam kegiatan agama, sikap dan pandangan mengenai
pengalaman religius, dan kayakinan terhadap ajaran agama. Hasil Penelitian
Rohayati (2014) menyebutkan religiusitas berkorelasi positif tetapi tidak
signifikan terhadap kinerja,
hasil yang sama juga ditunjukkan oleh penelitian yang
dilakukan Rosyidah dan Lestari (2013) menunjukkan bahwa
religiusitas dan persepsi risiko tidak berpengaruh pada pengambilan keputusan
investasi. Namun hasil penelitian yang dilakukan oleh Ulfayatin (2009) berlawanan dengan
hasil penelitian yang dilakukan oleh Rohayati dan Rosyidah serta Lestari.
Berdasarkan
uraian diatas, hipotesis dapat dirumuskan sebagai berikut:
H5
:
Religiusitas
berpengaruh terhadap skeptisisme profesional auditor internal.
Skeptisisme profesional
auditor internal
Profesionalisme adalah suatu tanggung
jawab yang dibebankan lebih dari sekedar dari memenuhi tanggung jawab yang
dibebankan kepadanya dan lebih dari sekedar dari memenuhi Undang-undang dan
peraturan masyarakat Arens & Loobecke (2008). Semakin tinggi
profesionalisme auditor maka kebebasan auditor akan semakin terjamin. Untuk
menjalankan perannya yang menuntut tanggung jawab yang semakin luas, auditor
eksternal harus memiliki wawasan yang luas tentang kompleksitas organisasi
modern (Agusti dan Pertiwi, 2013). Skeptisisme profesional adalah sikap yang
mencakup pikiran yang selalu mempertanyakan dan melakukan evaluasi secara
kritis bukti audit (Attamimi dan Riduwan, 2015). Seorang auditor yang memiliki skeptisisme
profesional tidak akan menerima begitu saja penjelasan dari klien, tetapi akan
mengajukan pertanyaan untuk memperoleh alasan, bukti dan konfirmasi mengenai
obyek yang dipermasalahkan (Kushasyandita, 2012). Penelitian Agusti dan Pertiwi
(2013) menyebutkan bahwa profesionalisme auditor berpengaruh terhadap kualitas
audit. Berdasarkan hasil penelitian terdahulu maka setiap auditor wajib
memiliki skeptisisme profesional audit agar kualitas audit yang dihasilkan akan
lebih baik. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Adrian (2013) menunjukkan
bahwa skeptisisme profesional berpengaruh terhadap ketepatan pemberian opini
oleh auditor. Penelitian Anggriawan (2014) hasilnya menunjukkan bahwa skeptisisme
profesional berpengaruh positif terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi fraud.
METODE PENELITIAN
Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian
kausal komparatif (causal-comparative
research) adalah
penelitian yang menunjukkan arah hubungan antara variabel bebas dengan variabel terkait, disamping mengukur kekuatan hubungannya
(Sudaryono, 2017).
Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
skeptisisme profesional. Penelitian
ini menggunakan 5 variabel independen yaitu kompetensi, independensi,
pengalaman, etika, dan religiusitas dan 1 variabel dependen yaitu skeptisisme
profesional.
Penelitian dilakukan pada seluruh perguruan tinggi
yang berada di bawah Kementerian Agama (BLU). Perguruan Tinggi Keagamaan Islam
Negeri berjumlah 55 yang
terdiri dari 16 UIN,
21
IAIN dan 18
STAIN, dari 55
perguruan tinggi tersebut yang telah memiliki internal auditor sebanyak 16 satuan kerja.
Populasi dan sampel
Populasi penelitian ini adalah Perguruan
Tinggi yang terdiri
dari UIN, IAIN dan STAIN yang berada dibawah PTKIN dan telah berstatus BLU. BLU
adalah status instansi di lingkungan pemerintah yang dibentuk untuk memberikan
pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual
tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya
didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas. Dasar pemilihan sampel ini
menggunakan metode Convenience sampling.
Convenience sampling adalah kumpulan
individu, elemen, atau peristiwa yang sudah langsung tersedia, dan dapat
langsung digunakan untuk penelitian. Metode ini memberikan kemudahan pada
peneliti dalam pemilihan sampel, di mana metode ini memilih sampel dari elemen
populasi yang datanya mudah diperoleh peneliti.
Teknik Pengumpulan data
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan
menggunakan metode survei dengan mengirimkan kuesioner via online kepada pegawai Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri
Badan Layanan Umum (PTKIN-BLU) yang telah memiliki auditor internal. Kuesioner
terdiri dari dua bagian, yaitu bagian pertama berisi pertanyaan-pertanyaan
tentang data responden, sedangkan bagian kedua, berisikan pernyataan-pernyataan
yang berkaitan dengan variabel penelitian.
Teknik Analisa data
Metode analisis
data menggunakan statistik deskriptif, uji kualitas data, uji asumsi klasik dan
uji hipotesis.
1.
Statistik
Deskriptif
Statistik
deskripstif memberikan gambaran atau deskripsi suatu data yang dilihat dari
nilai rata-rata (mean), standar
deviasi, varian, maksimum, minimum, sum,
range, kurtosis dan skewness
(kemencengan distribusi) (Ghozali, 2013).
2.
Uji Kualitas
Data
Untuk
melakukan uji kualitas data atas data primer ini, maka peneliti melakukan uji
reliabilitas dan validitas. Jikai nilai croanbach alpha diatas 0,60 maka data
dikatakan reliabel, sedangkan pengujian validitas dinilai dengan pearson correlation.
Jika nilai signifikansi pearson corelation dibawah 0,05 maka data tersebut
dinyatakan valid.
3.
Uji Asumsi
Klasik
Untuk melakukan uji asumsi klasik atas data primer ini, maka
peneliti melakukan uji multikolonieritas, uji normalitas dan uji
heteroskedastisitas. Suatu model regresi dapat dikatakan bebas multiko jika
mempunyai nilai variance inflation factor
(VIF) kurang dari 10 dan mempunyai angka tolerance lebih 0,10. Uji
normalitas ini dilakukan untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi,
variabel dependen dan variabel independen atau keduanya mempunyai distribusi
normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah distribusi data normal atau
mendekati normal. Pengujian heteroskedastisitas dilakukan untuk melihat ada
atau tidaknya pola tertentu pada grafik, dimana sumbu X adalah Y yang telah
diprediksi, dan sumbu X adalah residual (Y prediksi – Y sesungguhnya) yang
telah di studentized. Jika pola tertentu, seperti titik-titik
(poin-poin) yang ada membentuk suatu pola tertentu yang teratur (bergelombang,
melebar kemudian menyempit), maka telah terjadi heteroskedastisitas. Jika tidak
ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan dibawah angka 0
pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas (Ghozali, 2013).
4.
Uji Hipotesis
Uji hipotesis yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah
Koefisien Determinasi, Uji Statistik t dan Uji Statistik F. Pengujian hipotesis
dilakukan untuk melihat seberapa besar variabel independen tersebut
mempengaruhi variabel dependen. Jika nilai signifikansi pada pengujian
statistik t dan statistik f dibawah 0,05 maka hipotesis diterima dan
sebaliknya.
Operasionalisasi Variabel
Penelitian
1.
Kompetensi (X1)
Kompetensi adalah kemampuan
seorang yang
mempunyai banyak pengetahuan mengenai bidang yang ditekuninya, sehingga mampu
mendeteksi kesalahan dan mengetahui berbagai masalah secara lebih mendalam. Variabel ini diukur dengan mengadopsi instrumen yang digunakan oleh
Yenny (2012). Pernyataan yang terdapat dalam kuesioner untuk variabel ini,
dimodifikasi oleh peneliti dan disesuaikan oleh responden yang digunakan dalam
penelitian. Variabel ini diukur dengan menggunakan skala interval dengan 4
bobot poin penilaian dari sangat tidak setuju (1), tidak setuju (2), setuju (3) sampai sangat setuju (4).
2.
Independensi (X2)
Independensi
adalah sikap netral atau tidak memihak siapapun dalam berbagai situasi dan kondisi
di setiap penugasan. Variabel ini
diukur dengan mengadopsi instrumen yang digunakan oleh Ashari (2011).
Pernyataan yang terdapat dalam kuesioner untuk variabel ini, dimodifikasi oleh
peneliti dan disesuaikan oleh responden yang digunakan dalam penelitian.
Variabel ini diukur dengan menggunakan skala interval dengan 4 bobot poin
penilaian dari sangat tidak setuju (1), tidak setuju (2), setuju (3) sampai sangat setuju (4).
3.
Pengalaman (X3)
Pengalaman adalah suatu proses pembelajaran dan
penambahan perkembangan potensi bertingkah laku baik dari pendidikan formal
maupun non formal. Auditor yang berpengalaman mampu mendeteksi, memahami dan
bahkan mencari penyebab dari munculnya kecurangan-kecurangan tersebut. Variabel ini diukur dengan mengadopsi instrumen yang digunakan
oleh Cahayu (2013). Pernyataan yang terdapat dalam kuesioner untuk variabel
ini, dimodifikasi oleh peneliti dan disesuaikan oleh responden yang digunakan
dalam penelitian. Variabel ini diukur dengan menggunakan skala interval dengan
4 bobot poin penilaian dari sangat tidak setuju (1), tidak setuju (2), setuju (3) sampai sangat setuju (4).
4.
Etika (X4)
Etika adalah nilai-nilai tingkah laku atau
aturan-aturan tingkah laku yang diterima dan digunakan oleh individual suatu
golongan tertentu. Kode etik adalah sistem norma, nilai dan aturan profesional
tertulis yang secara tegas menyatakan apa yang benar dan baik, dan apa yang
tidak benar dan tidak baik bagi profesional. Variabel
ini diukur dengan mengadopsi instrumen yang digunakan oleh Cahayu (2013).
Pernyataan yang terdapat dalam kuesioner untuk variabel ini, dimodifikasi oleh
peneliti dan disesuaikan oleh responden yang digunakan dalam penelitian.
Variabel ini diukur dengan menggunakan skala interval dengan 4 bobot poin
penilaian dari sangat tidak setuju (1), tidak setuju (2), setuju (3) sampai sangat setuju (4).
5.
Religiusitas (X5)
Religiusitas
merupakan suatu sistem yang terintegrasi dari keyakinan (belief), gaya hidup, aktivitas ritual dan institusi yang
memberikan makna dalam kehidupan manusia dan mengarahkan manusia pada
nilai-nilai suci atau nilai-nilai tertinggi (Glock dan Stark, 1965) dalam
Pamungkas (2014). Variabel ini
diukur dengan mengadopsi instrumen yang digunakan oleh Handayani (2013).
Pernyataan yang terdapat dalam kuesioner untuk variabel ini, dimodifikasi oleh
peneliti dan disesuaikan oleh responden yang digunakan dalam
penelitian. Variabel ini diukur dengan menggunakan skala interval dengan 4
bobot poin penilaian dari sangat tidak setuju (1), tidak setuju (2), setuju (3) sampai sangat setuju (4).
6.
Skeptisisme Profesional Auditor Internal
(Y)
Skeptisisme
profesional adalah suatu sikap yang mencakup pikiran yang selalu mempertanyakan
dan melakukan evaluasi secara kritis terhadap bukti audit. Variabel ini diukur
dengan mengadopsi instrumen yang digunakan oleh Kurnia (2014). Pernyataan yang
terdapat dalam kuesioner untuk variabel ini, dimodifikasi oleh peneliti dan
disesuaikan oleh responden yang digunakan dalam penelitian. Variabel ini diukur
dengan menggunakan skala interval dengan 4 bobot poin penilaian dari sangat
tidak setuju (1), tidak setuju (2),
setuju (3) sampai sangat setuju (4).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Uji Kualitas Data
Pengujian ini
dilakukan dengan menggunakan Pearson Corelation, suatu model dikatakan
valid jika tingkat signifikansinya dibawah 0,05 maka butir pernyataan tersebut
dapat dikatakan valid. Hasil pengujian validitas pada variabel kompetensi,
independensi, pengalaman, etika, religiusitas dan skeptisisme profesional
auditor internal menunjukkan nilai
signifikansi dibawah 0,05 sehingga data dinyatakan valid.
Pengujian
Reliabilitas untuk seluruh variabel dalam penelitian menunjukkan nilai cronbach’s
alpha diatas 0,6 sehingga
dapat disimpulkan bahwa pernyataan dalam kuesioner ini reliabel karena mempunyai
nilai cronbach’s alpha lebih besar dari 0,6.
Hasil
Uji Asumsi Klasik
Hasil uji
multikolonieritas menunjukkan bahwa masing-masing variabel mempunyai nilai tolerance
lebih dari 0,10 dan nilai variance inflation factor (VIF) kurang dari
10. Nilai tolerance religiusitas,
independensi, kompetensi, pengalaman dan etika adalah 0,684, 0,346, 0,330,
0,392 dan 0,369. Sedangkan nilai VIF 1,462, 2,891, 3,030, 2,552, dan 2,710.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa persamaan regresi tidak terdapat
problem multiko.
Hasil uji
normalitas memperlihatkan penyebaran data yang berada disekitar garis diagonal
dan mengikuti arah garis diagonal, ini menunjukkan bahwa model regresi memenuhi
asumsi normalitas seperti pada gambar dibawah ini.
Sumber: data primer yang diolah
Gambar 1
Hasil Uji
Normalitas
Hasil uji
heteroskedastisitas menunjukkan titik-titik menyebar secara acak dan tidak
membentuk pola tertentu serta tersebar diatas dan dibawah angka 0 (nol) pada
sumbu Y. Ini berarti tidak terjadi heteroskedastisitas sehingga model regresi layak digunakan untuk memprediksi
skeptisisme profesional auditor internal berdasarkan masukan atas variabel
kompetensi, independensi, pengalaman, etika dan religiusitas seperti gambar
dibawah ini.
Sumber: Data primer yang diolah
Gambar 2
Hasil Uji Heteroskedastisitas
Hasil Uji Hipotesis
Hasil
Uji Koefisien Determinasi
Hasil uji koefisien determinasi menunjukkan nilai R sebesar 0,817
atau 81,7%. Hal ini berarti bahwa hubungan atau korelasi antara skeptisisme
profesional auditor internal dengan kompetensi, independensi, pengalaman, etika
dan religiusitas adalah sangat kuat karena berada dikisaran 0,80-1,000 (Riduwan
dan Engkos Achmad Kuncoro, 2007:62). Nilai Adjusted R Square sebesar
0,633 atau 63,3%, ini menunjukkan bahwa variabel skeptisisme profesional
auditor internal yang dapat dijelaskan oleh variabel kompetensi kompetensi,
independensi, pengalaman, etika dan religiusitas adalah sebesar 63,3%,
sedangkan sisanya sebesar 0,367 atau 36,7%
(1-0,367) dijelaskan oleh faktor-faktor lain yang tidak disertakan dalam
model penelitian ini. Berikut tabel hasil pengujian koefisien determinasi:
Tabel
1
Hasil
Uji Koefisien Determinasi
Model
|
R
|
R Square
|
Adjusted R Square
|
Std. Error of the Estimate
|
1
|
.817a
|
.667
|
.633
|
3.3244
|
a. Predictors: (Constant), TE, TR, TP, TI, TK
|
Sumber:
data primer yang diolah
Hasil
Uji Statistik t
Hasil uji statistik t dapat dilihat pada
tabel dibawah ini, jika nilai probability t lebih kecil dari 0,05 maka Ha
diterima dan menolak H0, sedangkan jika nilai probability t
lebih besar dari 0,05 maka H0 diterima dan menolak Ha. Tabel
dibawah ini menunjukkan bahwa variabel pengalaman dan etika mempunyai tingkat
signifikasi 0,001 dan 0,023 hal ini berarti variabel pengalaman dan etika
berpengaruh secara signifikasn terhadap skeptisisme profesional auditor
internal karena tingkat signifikansinya lebih kecil dari 0,05 sehingga
dinyatakan hipotesis 3 dan hipotesis 4 diterima. Sedangkan
kompetensi, independensi dan religiusitas mempunyai tingkat signifikasi 0,182,
0,628 dan 0,889 hal ini berarti variabel kompetensi, independensi dan
religiusitas tidak berpengaruh secara signifikan terhadap skeptisisme
profesional auditor internal karena tingkat signifikansinya lebih besar dari
0,05 sehingga dinyatakan hipotesis 1, hipotesis 2 dan hipotesis 5 ditolak.
Tabel
2
Hasil
Uji Statistik t
Model
|
Unstandardized
Coefficients
|
Standardized
Coefficients
|
t
|
Sig.
|
||
B
|
Std.
Error
|
Beta
|
||||
1
|
(Constant)
|
10.947
|
5.516
|
|
1.984
|
.053
|
TR
|
-.032
|
.231
|
-.014
|
-.140
|
.889
|
|
TI
|
-.147
|
.303
|
-.068
|
-.487
|
.628
|
|
TK
|
.318
|
.234
|
.194
|
1.355
|
.182
|
|
TP
|
1.180
|
.335
|
.464
|
3.520
|
.001
|
|
TE
|
.973
|
.416
|
.318
|
2.340
|
.023
|
Sumber
: data primer yang diolah
Hasil
Uji Statistik F
Hasil uji statistik F dapat dilihat pada
tabel dibawah ini, jika nilai probabilitas lebih kecil dari 0,05 maka Ha
diterima dan menolak H0, sedangkan jika nilai probabilitas lebih
besar dari 0,05 maka H0 diterima dan menolak Ha. Pada tabel dibawah ini nilai F diperoleh sebesar 19,633 dengan
tingkat signifikansi 0,000. Karena tingkat signifikansi lebih kecil dari 0,05
maka Ha diterima, sehingga dapat dikatakan bahwa kompetensi,
independensi, pengalaman, etika dan religiusitas berpengaruh secara simultan
dan signifikan terhadap skeptisisme profesional auditor.
Tabel
3
Hasil
Uji Statistik F
(ANOVA)
Model
|
Sum of Squares
|
df
|
Mean Square
|
F
|
Sig.
|
|
1
|
Regression
|
1084.898
|
5
|
216.980
|
19.633
|
.000b
|
Residual
|
541.538
|
49
|
11.052
|
|
|
|
Total
|
1626.436
|
54
|
|
|
|
|
a. Dependent Variable: TSP
|
||||||
b. Predictors: (Constant), TE, TR, TP, TI, TK
|
Sumber : data primer yang diolah
Pembahasan
Hipotesis
1: Pengaruh kompetensi terhadap skeptisisme profesional auditor internal
Hasil uji
hipotesis menunjukkan bahwa kompetensi tidak berpengaruh secara signifikan
terhadap skeptisisme profesional auditor internal. Tingginya jenjang pendidikan
(keilmuan) dan pengetahuan tidak dapat menjamin seseorang memiliki kompetensi
jika tidak didukung dengan pengalaman yang cukup, Oktaviani (2015) menyebutkan kompetensi
adalah pengetahuan dan pengalaman auditor yang dibutuhkan auditor untuk
melakukan audit secara obyektif dan cermat.
Dreyfus (1986)
dalam Hartan (2016) menjelaskan 5 tahapan untuk memperoleh keahlian yakni novice, advance beginner, competence,
profiency, expertise.Untuk menjadi competence
seseorang auditor internal harus melalui 2 tahapan yakni novice dan advance beginner,
auditor dapat berpendapat berdasarkan aturan-aturan dan belum dapat
merasionalkan segala tindakan audit namun dapat membedakan aturan yang sesuai
dengan suatu tindakan. Sedangkan untuk mencapai tahap competence auditor internal harus memiliki pengalaman untuk
menghadapi situasi yang kompleks, tindakan yang diambil disesuaikan dengan
tujuan yang ada dalam pikirannya dan kurang sadar terhadap pemilihan,
penerapan, dan prosedur aturan audit karena mengandalkan pengalaman. Kompetensi
merupakan kemampuan auditor yang diperoleh dari pendidikan formal ataupun
formal, sedangkan yang berpartisipasi menjadi sampel dalam penelitian ini
mempunyai pendidikan rata-rata strata 1 (S-1) dan lama bekerja berada di range yaitu 1-5 tahun. Hal ini akan
berpengaruh terhadap cara auditor internal menyelesaikan sebuah pekerjaan
dengan menggunakan skeptisisme profesional auditor internal dalam mendeteksi
penyimpangan dan kecurangan yang ditemukan jika dibandingkan dengan yang
memiliki lama bekerja yang lebih lama.
Hasil
penelitian ini sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Prihandono
dan Januarti (2012) yang menyatakan tidak ada pengaruh kompetensi terhadap
skeptisisme profesional auditor internal namun tidak sesuai dengan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Agus dan Pertiwi (2013), Anggriawan (2014) dan
Oktaviani (2015) yang menyatakan bahwa kompetensi memiliki pengaruh terhadap
skeptisisme profesional auditor internal.
Hipotesis
2: Pengaruh independensi terhadap skeptisisme profesional auditor internal
Hasil
uji hipotesis menunjukkan bahwa independensi tidak berpengaruh secara
signifikan terhadap skeptisisme profesional auditor internal. Hal ini
dikarenakan tidak mudah menjaga tingkat
independensi agar tetap sesuai dengan jalur yang seharusnya. Kerjasama dengan auditee
yang terlalu lama bisa menimbulkan kerawanan atas independensi yang dimiliki
auditor. Belum lagi berbagai fasilitas yang disediakan auditee selama penugasan
audit untuk auditor. Bukan tidak mungkin auditor menjadi ‘mudah
dikendalikan’ karena auditor berada dalam posisi yang dilematis,
selain itu dalam penyusunan pemeriksaan hampir setiap keputusan melibatkan
ketua tim audit, sehingga dimungkinkan adanya intervensi yang menyebabkan
anggota tim auditor internal tersebut menjadi tidak independen.
Independensi
merupakan sikap mental yang dimiliki auditor untuk tidak memihak dalam
melakukan audit. Hal ini tidak sesuai dengan teori disonansi kognitif yang
mengemukakan bahwa bila disonansi terjadi maka auditor dalam penugasannya
dituntut untuk mengambil sikap yang berlawanan dengan sikap pribadi mereka,
sehingga membuat auditor cenderung mengubah sikap mereka agar selaras dengan
perilaku yang seharusnya dilakukan. Noviyanti (2008) menjelaskan bahwa auditor
dengan tingkat kepercayaan berbasis identifikasi (identification-based trust) jika diberi penaksiran risiko
kecurangan yang tinggi akan menunjukkan skeptisisme profesional yang lebih
tinggi dalam mendeteksi kecurangan. Hal ini membuktikan bahwa ketika mengalami
disonansi kognitif auditor memilih bersikap sesuai dengan petunjuk dari
atasannya. Oleh karena itu auditor yang diberi penaksiran risiko kecurangan
yang tinggi lebih skeptis dibanding auditor yang tidak diberi penaksiran risiko
kecurangan dan auditor yang diberi penaksiran risiko kecurangan yang rendah. Sedangkan auditor
dengan tingkat kepercayaan berbasis kalkulus (calculus-based trust) meskipun diberi penaksiran risiko kecurangan
yang rendah akan menunjukkan skeptisisme profesional yang tidak berbeda dengan auditor yang tidak diberi
penaksiran risiko kecurangan dan dengan auditor yang diberi penaksiran risiko
kecurangan yang tinggi.
Hasil penelitian ini
tidak sesuai dengan yang
dilakukan oleh Attamimi dan Riduwan (2015), Prasetya dan Sari
(2014)
yang menunjukkan independensi
memiliki pengaruh positif terhadap skeptisisme profesional auditor, namun hasil
penelitian ini sejalan dengan hasil
penelitian Oktaviani (2015)
dan Prihandono dan Januarti (2012) yang menunjukkan bahwa independensi tidak
berpengaruh terhadap sikap skeptisisme profesional auditor.
Hipotesis
3: Pengaruh pengalaman terhadap skeptisisme profesional auditor internal
Hasil
uji hipotesis menunjukkan bahwa pengalaman berpengaruh secara signifikan
terhadap skeptisisme profesional auditor internal. Pengalaman kerja auditor
dapat memberikan gambaran tentang kinerja auditor, baik buruknya kinerja
auditor mempengaruhi kualitas audit (Attamimi dan Riduwan, 2015). Semakin
tinggi pengalaman yang dimiliki oleh auditor maka semakin tinggi pula
skeptisisme profesional auditornya (Oktaviani, 2015).
Auditor
dengan jam terbang lebih banyak sudah lebih berpengalaman bila dibandingkan
dengan auditor yang kurang berpengalaman. Libby dan Frederick (1990) dalam
Kushasyandita (2012) menemukan bahwa semakin banyak pengalaman auditor, maka
semakin dapat menghasilkan berbagai macam dugaan dalam menjelaskan temuan
audit. Oleh karena itu auditor yang lebih banyak pengalamannya akan lebih
tinggi skeptisisme profesionalnya dibandingkan dengan auditor yang
berpengalaman. Auditor yang berpengalaman akan lebih paham atas penyebab
kekeliruan yang terjadi baik dikarenakan human
error ataupun fraud.
Pengalaman
audit memiliki pengaruh yang signifikan terhadap keputusan pemberian opini
audit, kondisi ini terjadi karena seorang auditor internal yang memiliki banyak
pengalaman akan mempertimbangkan pengalaman masa lalunya sehingga akan lebih
menggunakan skeptisisme profesionalnya dalam memberikan keputusan yang lebih
baik untuk setiap permasalahan yang dihadapi auditee.
Hasil
penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Anggriawan (2014),
Adrian (2013) dan Prihandono dan Januarti (2012) yang menyebutkan auditor yang
memiliki jam terbang yang banyak cenderung memiliki skeptisisme professional
yang tinggi sehingga akan dapat mengendalikan situasi, selain itu banyaknya
pengalaman yang dimiliki dapat menjelaskan berbagai temuan audit dengan
berbagai macam dugaan kecurangan.
Hipotesis
4: Pengaruh etika terhadap skeptisisme profesional auditor internal
Hasil
uji hipotesis menunjukkan bahwa etika berpengaruh secara signifikan terhadap skeptisisme
profesional auditor internal. Hal ini dikarenakan semakin tinggi auditor
internal menjunjung tinggi etikanya dalam setiap melakukan penugasan maka akan
lebih menjaga skeptisisme profesionalnya dalam mengambil keputusan.
Etika
merupakan standar yang menentukan tingkah laku para anggota dari suatu profesi.
Delapan prinsip etika yaitu tanggung jawab profesi, kepentingan publik,
integritas, objektivitas, kompetensi dan kehati-hatian profesional,
kerahasiaan, perilaku profesional dan standar teknis yang wajib dijaga dan
dijunjung tinggi oleh seorang auditor internal. Dengan adanya etika profesi auditor
internal, maka fungsi auditor internal sebagai penyedia informasi untuk proses
pembuatan keputusan bisnis dapat dijalankan oleh para pelaku bisnis.
Untuk
meningkatkan skeptisisme profesional auditor inernal, maka auditor internal
dituntut untuk selalu menjaga standar perilaku etis dan juga menaati kode etik
sebagai auditor. Dalam teori disonansi kognitif menyatakan manusia terkadang
melakukan perilaku yang berlawanan dengan sikapnya (Noviyanti, 2008). Auditor
internal yang memiliki kesadaran untuk selalu berperilaku secara etis berarti
memiliki komitmen yang tinggi untuk menerapkan kode etik auditor internal.
Apabila komitmen itu dijaga maka pelanggaran dapat dihindari dan auditor
internal bisa meningkatkan sikap skeptisismenya. Hal senada juga dinyatakan
dalam penelitian Winantyadi dan Waluyo (2014) dalam Oktaviani (2015) yang
menyebutkan etika profesi berpengaruh terhadap pertimbangan materialitas,
semakin auditor patuh terhadap etika profesi maka semakin baik perimbangan
materialitasnya. Maka dapat dipastikan skeptisisme profesional auditor tersebut
juga akan semakin baik.
Hasil
penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Oktaviani
(2015), Attamimi dan Riduwan (2015) menyatakan
bahwa etika memiliki pengaruh positif terhadap skeptisisme profesional auditor
begitupun hasil penelitian Adrian (2013) yang menyebutkan etika berpengaruh
signifikan positif terhadap Ketepatan Pemberian Opini oleh Auditor. Berbeda halnya dengan hasil penelitian yang
dilakukan Prihandono dan Januarti (2012) etika tidak mempunyai
pengaruh yang signifikan terhadap keputusan
pemberian
opini audit oleh auditor.
Hipotesis
5: Pengaruh religiusitas terhadap
skeptisisme profesional auditor internal
Hasil
uji hipotesis menunjukkan bahwa religiusitas tidak berpengaruh secara
signifikan terhadap skeptisisme profesional auditor internal. Hal ini
dikarenakan pemahaman religiusitas tidak sejalan dengan implementasi yang dilakukan dalam setiap
penugasan pemeriksaan.
Nashori dan Mucharam (2002) dalam
Rohayati (2014) mendefinisikan religiusitas sebagai seberapa jauh pengetahuan,
seberapa kokoh keyakinan, seberapa pelaksanaan ibadah dan kaidah dan seberapa
dalam penghayatan atas agama yang dianutnya. Bagi seorang muslim, religiusitas
dapat diketahui dari seberapa jauh pengetahuan, keyakinan, pelaksanaan dan
penghayatan atas agama Islam.
Pengukuran religiusitas menurut
Glock dan Stark (1965) dalam Pamungkas (2014) dibagi menjadi beberapa aspek
yaitu Religious practice (the
ritualistic dimension), Religious belief (the ideological dimension), Religious
Knowledge (the intellectual dimension), Religious feeling (the ecperiental
dimension) Religious effect (the consequential dimension).
Kelima pengukuran di atas
menunjukkan seseorang yang memiliki tingkatan religiusitas yang tinggi akan
semakin takut untuk berbuat dosa dan hanya menjalankan sesuai dengan yang
diperintahkan agamanya. Minimnya pengetahuan dan kesadaran manusia dalam
beragama membuat manusia menjauh dari Sang Pencipta sehingga rasa takut dalam
melakukan kesalahan menjadi sangat minim sedangkan rasa takut terhadap atasan
menjadi lebih dominan. Tidak hanya pemahaman terhadap pengetahuan tentang agama
yang baik namun implementasi dalam setiap tindakan juga harus dilandaskan pada
keyakinan dalam beragama sehingga dapat bersinergi antara perkataan dan
perbuatan.
Hasil
penelitian Rohayati (2014) menyebutkan religiusitas berkorelasi positif tetapi
tidak signifikan terhadap kinerja,
hasil yang sama juga ditunjukkan oleh penelitian yang
dilakukan Rosyidah dan Lestari (2013) menunjukkan bahwa
religiusitas dan persepsi risiko tidak berpengaruh pada pengambilan keputusan
investasi. Namun hasil penelitian yang dilakukan oleh Ulfayatin (2009) berlawanan dengan
hasil penelitian yang dilakukan oleh Rohayati dan Rosyidah serta Lestari.
SIMPULAN
Kesimpulan
Penelitian
ini menguji pengaruh Kompetensi, Independensi, Pengalaman, Etika, dan
Religiusitas Terhadap Skeptisisme Profesional Auditor Internal. Penelitian ini
menggunakan analisis regresi linier berganda dengan program IBM SPSS (Statistical Package for Social Sciencess)
for windows versi 22. Data sampel yang digunakan sebanyak 55 responden yang
merupakan auditor internal yang berada di Perguruan Tinggi Kementerian Agama
dan berstatus sebagai satuan kerja Badan Layanan Umum. Hasil pengujian dalam
penelitian ini dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Pengaruh
Kompetensi terhadap Skeptisisme Profesional Auditor Internal menunjukkan hasil yang tidak signifikan.
2. Pengaruh
Independensi terhadap Skeptisisme Profesional Auditor Internal menunjukkan hasil yang tidak signifikan.
3. Pengaruh
Pengalaman terhadap Skeptisisme Profesional Auditor Internal menunjukkan hasil yang positif signifikan.
4. Pengaruh
Etika terhadap Skeptisisme Profesional Auditor Internal menunjukkan hasil yang positif signifikan.
5. Pengaruh
Religiusitas terhadap Skeptisisme Profesional Auditor Internal menunjukkan hasil yang tidak signifikan.
Implikasi
Bagi Auditor Internal yang
berada pada Perguruan Tinggi dibawah Kementerian Agama, diharapkan lebih meningkatkan
sikap skeptisisme profesionalnya yang diperoleh dari kemampuan, independensi,
pengalaman, etika, serta religiusitas dalam setiap penugasan audit
Rekomendasi
Penelitian selanjutnya
dapat mengembangkan atau melengkapi keterbatasan penelitian ini, yaitu dengan
cara:
1. Memperbanyak
jumlah responden penelitian pada penelitian selanjutnya.
2. Memperluas
lingkup penelitian dengan tidak hanya membatasi pada satuan kerja yang
berstatus Badan Layanan Umum saja sehingga dapat lebih merepresentasikan hasil
penelitian.
3. Menambahkan
variabel lain yang dapat meningkatkan skeptisisme profesional auditor internal
seperti situasi audit, tekanan waktu dan lain sebagainya.
DAFTAR PUSTAKA
Attamimi, Fikri
Muhammad, Riduwan Akhmad. 2015. Faktor-Faktor
Yang Mempengaruhi Skeptisme Profesional
Auditor. Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol 4 No. 7.
Arens, A. 2008. Auditing dan Jasa Assurance Jilid 1 Edisi
Keduabelas. Jakarta: Erlangga.
Agusti, Restu, Pertiwi, Nastia Putri. 2013. Pengaruh
Kompetensi, Independensi Dan Profesionalisme Terhadap Kualitas Audit (Studi
Empiris Pada Kantor Akuntan Publik Se Sumatera). Jurnal Ekonomi Volume 21 nomor 3 September.
Adrian, Arfin. 2013. Pengaruh
Skeptisme Profesional, Etika,
Pengalaman, Dan Keahlian Audit Terhadap
Ketepatan Pemberian Opini Oleh Auditor (Studi
Empiris Pada BPK RI Perwakilan Provinsi Riau).Skripsi. Universitas Negeri Padang.
Anggriawan, Eko
Ferry. 2014. Pengaruh Pengalaman Kerja,
Skeptisme Profesional Dan Tekanan Waktu Terhadap Kemampuan Auditor Dalam
Mendeteksi Fraud (Studi Empiris Pada Kantor Akuntan Publik Di DIY). Jurnal Nominal/volume III Nomor 2.
Ashari, Ruslan. 2011. Pengaruh Keahlian, Independensi, Dan Etika Terhadap Kualitas Auditor
Pada Inspektorat Provinsi Maluku Utara. Skripsi. Univeristas Hasanudin.
Cahayu, Dwi
Ranti. 2013. Pengaruh Etika, Pendidikan, Dan Pengalaman Terhadap Profesionalisme
Auditor Internal Dengan Motivasi Sebagai Variabel Intervening (Studi Pada
Inspektorat Jenderal Kementerian Perdagangan Republik Indonesia). Skripsi. UIN Syarif Hidayatullah. Jakarta.
Ghozali, Imam. (2013). Aplikasi Analisis Multivariat dengan program
SPSS. Semarang: Badan Penerbit
Universitas Diponegoro.
Handayani, Nani. 2013. Korelasi Antara Tingkat Religiusitas Terhadap Perilaku Sosial Pekerja
Malam di Executive Club Yogyakarta. Skripsi. UIN Sunan Kalijaga.
Yogyakarta.
Hartan, Trinanda Hanum. 2016. Pengaruh Skeptisme Profesional, Independensi
Dan Kompetensi terhadap Kemampuan Auditor Mendeteksi Kecurangan (Studi Empiris pada
Inspektorat Daerah Istimewa Yogyakarta). Skripsi, Univeristas Negeri
Yogyakarta.
Hastuti, Ely Windarti. 2014. Pengaruh Moral Reasoning, Religiusitas, Independensi, Dan Skeptisisma
Profesional Terhadap Kualitas Audit Auditor Pemerintah. Tesis. Universitas
Gajah Mada.
IAPI. 2011. PSA
No.4 (SA seksi 230) Standar Profesional
Akuntan Publik dan Kode Etik Akuntan Indonesia. Dewan Standar Akuntansi
Keuangan-Ikatan Akuntan Indonesia. Jakarta.
Januarti, Indira, Pratiwi,
Astari Bunga. 2013. Pengaruh
Faktor-Faktor Skeptisisme Profesional Auditor Terhadap Pemberian Opini (Studi
Empiris Pada Pemeriksa BPK RI Provinsi Jawa Tengah). Diponegoro Journal of Accounting Volume 2 Nomor 1.
Kushasyandita, Sabhrina RR. 2012. Pengaruh
Pengalaman, Keahlian, Situasi Audit, Etika dan Gender Terhadap Ketepatan
Pemberian Opini Auditor Melalui Skeptisme Profesional Auditor (Studi Kasus Pada
KAP Big Four di Jakarta). Skripsi. Universitas Diponegoro.
Kurnia,
Vinanda Suci. 2014. Pengaruh Komitmen
Profesional, Pengalaman, Locus Of Control, Etika Dan Risiko Audit Terhadap
Skeptisisme Profesional Auditor Pada Kantor Akuntan Publik Di Semarang. Skripsi. Universitas Katolik
Soegijapranata. Semarang.
Lestari,
Wiwik, Rosyidah, Siti Mar’atur. 2013. Religiusitas
dan Persepsi Risiko dalam Mengambil Keputusan Investasi pada Perspektif Gender.
Jurnal of Business and Banking. Volume 3 No. 2 November.
Madjid,
Nurcholish. 1997. Masyarakat Religius.
Paramadina. Jakarta.
Noviyanti, Suzy.
2008. Skeptisme Profesional Auditor Dalam
Mendeteksi Kecurangan. Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia Volume 5
Nomor 1 Juni.
Oktaviani, Nonna Ferlina. 2015. Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi Sikap Skeptisisme Profesional Auditor Di Kantor Akuntan
Publik Kota Semarang. Skripsi.Universitas Negeri Semarang.
Pamungkas, Imang
Dapit. 2014. Pengaruh Religiusitas Dan
Rasionalisasi Dalam Mencegah Dan Mendeteksi Kecenderungan Kecurangan Akuntansi.
Jurnal Ekonomi dan Bisnis volume 15 nomor 02 September 2014.
Peraturan
Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang
Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum.
Prasetya, I Wayan Ari, Sari, Maria M.
Ratna. 2014. Independensi,
Profesionalisme Dan Skeptisme Profesional Auditor Sebagai Prediktor Ketepatan
Pemberian Opini Auditor. Jurnal Akuntansi Universitas Udayana. ISSN
2302-8556.
Prihandono,
Aldianyah Utama, Januarti, Indira. 2012. Hubungan
Skeptisisme Profesional Auditor, Situasi Audit, Independensi, Etika,
Keahlian, Dan Pengalaman Dengan Keputusan Pemberian Opini Audit Oleh Auditor
(Studi Empiris Pada KAP Di Jakarta).
Riduwan Engkos, Achmad Kuncoro. 2007. Cara Menggunakan dan
Memakai Analisis Jalur. Cetakan 1 Januari. Alfabeta. Bandung.
Rohayati, Dwi. 2014. Pengaruh
Kompensasi, Motivasi Dan Religiusitas Terhadap Kinerja Karyawan Pada BMT Di
Kota Salatiga Dan Kabupaten Semarang. Skripsi. Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Salatiga.
Rosalina, Mely
Putri Krniati, Pudjiati,Sri Redatin Retno. 2013. Kontribusi Spiritualitas Dan Religiusitas Terhadap Resiliensi Keluarga
Pada Mahasiswa Dengan Latar Belakang keluarga Miskin. Artikel. Fakultas
Psikologi Universitas Indonesia.
Sahlan,
Asmaun. 2012. Religiusitas Perguruan
Tinggi: Potret Pengembangan Tradisi
Keagamaan di Perguruan Tinggi Islam. Malang: UINMaliki Press.
Sawyer’s, B
Lawrence, Dittenhofer, Scheiner A Mortime, H. James. 2009. Audit Internal Sawyer’s. Jakarta: Salemba Empat.
Sudaryono. 2017. Metodologi
Penelitian. Rajawali Pers. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Thoyibatun, Siti, Sudarma, Made, 2009. Analisis the influence of internal control
compliance and compensation system against unethical behavior and accounting
fraud tendency. Simposium Nasional Akuntansi XII, Pelembang.
Ulfayatin,
Farida. 2009. Pengaruh Tingkat
Religiusitas, Komitmen Profesi, Dan Nilai Etika Organisasi Terhadap Pengambilan
Keputusan Etis Dalam Situasi Konflik Audit (Sudut Pandang Auditor Internal
BUMN/BUMD Di Surabaya). Skripsi. Univeritas Airlangga.
Yenny. 2012. Pengaruh Pengalaman
Kerja, Independensi, Objektivitas,
Integritas, dan Kompetensi Auditor Terhadap Kualitas Audit yang
Dihasilkan Auditor KAP Big Four. Tesis. Universitas Bina Nusantara.
Jakarta.
No comments:
Post a Comment